Prinsip / Azas Dasar Dalam Membuat Kontrak
Prinsip dasar adalah ketentuan dalam membuat sebuah kontrak. Di dalam hukum kontrak ada setidaknya 5 azas atau pedoman kalau kita mau membuat sebuah kontrak.
1. AZAS KEBEBASAN BERKONTRAK (FREEDOM OF CONTRACT)
Azas kebebasan berkontrak artinya setiap orang, siapapun pada umumnya bebas membuat kontrak bisnis tentang apapun, dengan siapapun. Kebebasan berkontrak ini tentunya bukan kebebasan yang mutlak karena bagaimanapun undang-undang masih membatasinya.
Pembatasan ini misalnya kontrak bisnis harus dibuat berdasarkan syarat-syarat sahnya suatu kontrak sesuai dengan kitab undang-undang hukum perdata pasal 1320, dan kontrak bisnis itu juga harus tidak melanggar ketentuan umum serta tidak melanggar kesusilaan.
Azas kebebasan berkontrak ini dijamin dalam pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ayat 1, yang bunyinya setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak secara sah akan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Semua perjanjian maksudnya tentang perjanjian apapun, baik yang ketentuannya sudah ada dalam undang-undang maupun yang belum ada. Dari prinsip ini anda diberi kebebasan untuk membuat kontrak bisnis dan menentukan sendiri.
Misalnya dimana serah terima barang akan dilakukan dan siapa yang harus mengantar barangnya, dan siapa yang menanggung biaya pengantarannya, bisa anda sendiri atau bisa vendor pengangkutan anda.
Jadi kebebasan itu adalah milik anda dan lawan kontrak bisnis anda.
Tapi seperti yang dijelaskan di atas, kebebasan itu ada batasnya sepanjang memenuhi syarat-syarat sahnya kontrak, tidak melanggar ketertiban umum dan tidak melanggar kesusilaan.
Anda bisa saja secara bebas mempekerjakan seorang wanita untuk bekerja di salon kecantikan anda. Tapi kontrak pekerjaan itu menjadi tidak sah apabila kontrak itu untuk pekerjaan prostitusi, misalnya.
Pembatasan ini misalnya kontrak bisnis harus dibuat berdasarkan syarat-syarat sahnya suatu kontrak sesuai dengan kitab undang-undang hukum perdata pasal 1320, dan kontrak bisnis itu juga harus tidak melanggar ketentuan umum serta tidak melanggar kesusilaan.
Azas kebebasan berkontrak ini dijamin dalam pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ayat 1, yang bunyinya setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak secara sah akan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Semua perjanjian maksudnya tentang perjanjian apapun, baik yang ketentuannya sudah ada dalam undang-undang maupun yang belum ada. Dari prinsip ini anda diberi kebebasan untuk membuat kontrak bisnis dan menentukan sendiri.
Misalnya dimana serah terima barang akan dilakukan dan siapa yang harus mengantar barangnya, dan siapa yang menanggung biaya pengantarannya, bisa anda sendiri atau bisa vendor pengangkutan anda.
Jadi kebebasan itu adalah milik anda dan lawan kontrak bisnis anda.
Tapi seperti yang dijelaskan di atas, kebebasan itu ada batasnya sepanjang memenuhi syarat-syarat sahnya kontrak, tidak melanggar ketertiban umum dan tidak melanggar kesusilaan.
Anda bisa saja secara bebas mempekerjakan seorang wanita untuk bekerja di salon kecantikan anda. Tapi kontrak pekerjaan itu menjadi tidak sah apabila kontrak itu untuk pekerjaan prostitusi, misalnya.
2. AZAS KONSENSUALISME (CONSENSUALISM)
Salah satu syarat sahnya suatu kontrak, harus ada kesepakatan atau konsensus antara di antara para pihak.
Azas konsensualisme berarti sebuah kontrak sudah lahir pada detik lahirnya kata sepakat, jadi begitu kedua belah pihak sudah menyatakan kesepakatannya maka pada saat itulah mereka sudah menjalin kesepatan hukum berdasarkan kontrak dan karena kontrak sudah mengikat begitu kata sepakat dinyatakan maka sebenarnya tidak perlu ada lagi formalitas tertentu, misalnya harus dibuat tertulis.
Jadi bisa juga cuma diucapkan secara lisan. Tetapi untuk perjanjian-perjanjian tertentu masih ada pengecualiannya.
Misalnya, kalau undang-undang mensyaratkan harus dibuat secara tegas dalam format tertentu (tertulis), pada jual beli tanah, penjual dan pembeli dapat menyepakati berapa luas tanah, dan harganya kapan saja, tapi secara hukum kesepakatan itu baru mengikat transaksi mereka ketika dilakukan penandatanganan akta jual beli di hadapan pejabat pembuat akta tanah (ppat).
Tanpa ada kesepakatan maka bisa dikatakan tidak ada kontrak.
Azas konsensualisme berarti sebuah kontrak sudah lahir pada detik lahirnya kata sepakat, jadi begitu kedua belah pihak sudah menyatakan kesepakatannya maka pada saat itulah mereka sudah menjalin kesepatan hukum berdasarkan kontrak dan karena kontrak sudah mengikat begitu kata sepakat dinyatakan maka sebenarnya tidak perlu ada lagi formalitas tertentu, misalnya harus dibuat tertulis.
Jadi bisa juga cuma diucapkan secara lisan. Tetapi untuk perjanjian-perjanjian tertentu masih ada pengecualiannya.
Misalnya, kalau undang-undang mensyaratkan harus dibuat secara tegas dalam format tertentu (tertulis), pada jual beli tanah, penjual dan pembeli dapat menyepakati berapa luas tanah, dan harganya kapan saja, tapi secara hukum kesepakatan itu baru mengikat transaksi mereka ketika dilakukan penandatanganan akta jual beli di hadapan pejabat pembuat akta tanah (ppat).
3. AZAS KEPASTIAN HUKUM (PACTA SUNT SERVANDA)
Azas kepastian hukum berarti setiap kontrak bisnis yang dibuat secara sah akan dijamin perlindungannya kepada hukum. Jadi bagi para pihak yang membuat dan menandatangani kontrak, kontrak itu berlaku seperti undang-undang dan harus dihormati oleh siapapun.
Setiap orang yang tidak punya kepentingan terhadap kontrak itu dilarang untuk melakukan intervensi. Kepastian hukum ini juga diberikan kepada kontrak bisnis kalau terjadi sengketa.
Misalnya, salah satu pihak melakukan wanprestasi atau ingkar janji maka pengadilan dengan putusan hakim dapat memaksa agar pihak yang melakukan ingkar janji itu melaksanakan kewajibannya, atau melakukan pembayaran ganti rugi. Jadi putusan pengadilan ini merupakan jaminan bahwa hak dan kewajiban para pihak dalam kontrak dilindungi oleh hukum.
Setiap orang yang tidak punya kepentingan terhadap kontrak itu dilarang untuk melakukan intervensi. Kepastian hukum ini juga diberikan kepada kontrak bisnis kalau terjadi sengketa.
Misalnya, salah satu pihak melakukan wanprestasi atau ingkar janji maka pengadilan dengan putusan hakim dapat memaksa agar pihak yang melakukan ingkar janji itu melaksanakan kewajibannya, atau melakukan pembayaran ganti rugi. Jadi putusan pengadilan ini merupakan jaminan bahwa hak dan kewajiban para pihak dalam kontrak dilindungi oleh hukum.
4. AZAS BERITIKAD BAIK (GOOD FAITH)
Azas itikad baik berarti motivasi para pihak dalam membuat kontrak bisnis harus jujur, terbuka dan harus percaya. Motivasi ini tidak boleh dirusak oleh maksud-maksud lain untuk melakukan tipu daya atau menutup nutupi keadaan yang sebenarnya.
Penjual dan pembeli tidak boleh memanipulasi spesifikasi atau kuantitas barang dalam transaksi jual beli mereka. Perbuatan itu bisa mengakibatkan perjanjiannya tidak sah dan bisa dibatalkan.
Penjual dan pembeli tidak boleh memanipulasi spesifikasi atau kuantitas barang dalam transaksi jual beli mereka. Perbuatan itu bisa mengakibatkan perjanjiannya tidak sah dan bisa dibatalkan.
5. AZAS KEPRIBADIAN (PERSONALITY)
Azas ini berarti azas kontrak bisnis hanya mengikat para pihak yang menandatanganinya secara personal, dan kontrak itu tidak mengikat pihak lain yang tidak memberi kesepakatannya. Jadi pada prinsipnya seseorang cuma boleh mewakili dirinya sendiri dan dia tidak bisa mewakili orang lain dalam pembuatan kontrak, kecuali ada pemberian kuasa.
Contoh, karena dalam kontrak cuma berlaku bagi pihak yang membuatnya sendiri maka seorang pembeli hanya bisa mewakili dirinya sendiri untuk membeli sebuah barang. Dia tidak bisa mengikatkan orang lain untuk mendapatkan barang itu, kecuali ada pemberian kuasa, maka orang itu bisa mewakili orang lain.
Dengan surat kuasa seorang agen penjualan bisa mewakili produsen barang untuk menjual barang itu kepada pembeli.
Contoh, karena dalam kontrak cuma berlaku bagi pihak yang membuatnya sendiri maka seorang pembeli hanya bisa mewakili dirinya sendiri untuk membeli sebuah barang. Dia tidak bisa mengikatkan orang lain untuk mendapatkan barang itu, kecuali ada pemberian kuasa, maka orang itu bisa mewakili orang lain.
Dengan surat kuasa seorang agen penjualan bisa mewakili produsen barang untuk menjual barang itu kepada pembeli.
Demikian 5 prinsip dasar yang menjadi pegangan dalam membuat sebuah kontrak bisnis. Semoga bermanfaat. Artikel terkait klik disini.