Perbedaan Bank Syariah dengan Bank Konvensional
Perbankan Syariah adalah salah satu mata kuliah pilihan yang penulis ambil dalam studi kenotariatan. Dunia notaris tidak lepas dari dunia perbankan maka ada baiknya mengetahui sedikit mengenai karakteristik sistem perbankan yang ada di Indonesia. Terdapat 2 jenis perbankan yaitu konvensional dan syariah. Berikut ulasan mengenai perbedaan masing-masing, tetapi pembahasan berikut lebih menitikberatkan pada bank syariah/bank Islam.
Bank syariah adalah salah satu bentuk dari kegiatan ekonomi Islam. Bank syariah itu hanya satu bentuk dari kegiatan bisnis Islam, meskipun ada undang-undangnya.
Bank hanya berkaitan dengan uang, pinjam meminjam, menyimpan, jasa. Di luar uang ada banyak usaha lain seperti keterampilan, perdagangan, pertanian, pertambangan dan lain-lain. Jadi bank Islam itu bukan segala-galalnya, tetapi masih banyak kegiatan bisnis di luar bank yang juga harus dipahami dan dilaksanakan oleh umat Islam, namun secara kebetulan saja yang ada undang-undangnya, itu bank syariah.
Bank hanya berkaitan dengan uang, pinjam meminjam, menyimpan, jasa. Di luar uang ada banyak usaha lain seperti keterampilan, perdagangan, pertanian, pertambangan dan lain-lain. Jadi bank Islam itu bukan segala-galalnya, tetapi masih banyak kegiatan bisnis di luar bank yang juga harus dipahami dan dilaksanakan oleh umat Islam, namun secara kebetulan saja yang ada undang-undangnya, itu bank syariah.
Jadi bank syariah fungsinya sebagai intermediasi, menerima dan menyalurkan uang baik yang dimilikinya maupun yang orang lain simpan di bank yang bersangkutan. Tujuannya adalah mencari untung, bukan untuk memberi sumbangan, jadi bank itu konvensional/syariah bertujuan untuk mencari untung.
Dari sisi kegiatan-kegiatan, mungkin banyak kemiripannya dengan bank konvensional, tetapi dari sisi substansi/teknis ada perbedaan mendasar dari bank-bank yang ada.
1. Dari sisi falsafahnya bank syariah tidak berdasar pada bunga, sedangkan bank konvensional berdasarkan bunga. Bank konvensional semua berdasar pada bunga. Bunga ini tidak semua berdasar pada hasil tetapi pada kesepakatan.
Kalau bank Islam berdasarkan pada falsafah hasil, kalau hasilnya banyak maka banyak juga yang dibagi, tetapi kalau hasilnya nol, maka tidak ada yang dibagi. Ini adalah prinsip. Kalau ada bank syariah yang rugi namun ada bagi hasilnya juga maka itu mencurigakan/salah urus.
Kalau bank Islam berdasarkan pada falsafah hasil, kalau hasilnya banyak maka banyak juga yang dibagi, tetapi kalau hasilnya nol, maka tidak ada yang dibagi. Ini adalah prinsip. Kalau ada bank syariah yang rugi namun ada bagi hasilnya juga maka itu mencurigakan/salah urus.
2. Dari sisi operasional bank syariah menyimpan dana masyarakat yang berupa titipan dan investasi yang baru mendapat hasil jika dijalankan lebih dahulu. Kalau bank konvensional dana masyarakat berupa simpanan yang harus dibayarkan, sudah ditentukan berapa yang harus dibayarkan/didapatkan, kalau bunga biarpun ada hasil atau tidak tetap dibayarkan.
Jadi bank syariah harus diusahakan untuk mendapat hasil, kemudian hasil itulah yang akan dibagi. Haram hukumnya membagi sesuatu yang bukan dari hasil. Bunga begitu masuk sampai waktunya harus dibayar, mau rugi atau untung, harus dibayar.
Jadi bank syariah harus diusahakan untuk mendapat hasil, kemudian hasil itulah yang akan dibagi. Haram hukumnya membagi sesuatu yang bukan dari hasil. Bunga begitu masuk sampai waktunya harus dibayar, mau rugi atau untung, harus dibayar.
3. Aspek sosial. Sedikit agak berbeda, di bank konvensional tidak ada sumbangan, tetapi dana semua dari individu, kalau bank syariah ada misi kemaslahatan dan misi sosialnya. Karena itu di bank syariah harus selalu disiapkan akad kabul hasan, akad untuk tujuan yang mulia/baik, akad yang berasal dari infaq/peminjam bagi yang membutuhkan secara cuma-cuma tanpa memperoleh imbalan.
Kredit pinjaman dalam Islam itu tidak boleh ada tambahan, yang dipinjam 100 kembali 100. Ketika menghasilkan tambahan, maka akan itu riba/bunga yang diharamkan dalam Islam. Kalau ingin menambahkan uang, maka opsi kredit tidak digunakan tetapi pakai akad mudharabah, musyarakah, dll.
Jadi kredit dalam Islam itu sebagai sarana nirlaba/untuk menolong, bukan untuk menambah penghasilan. Di bank konvensional tidak ada sosial, yang ada pure bisnis. Bagaimana bank syariah menunjukkan bahwa dia berfungsi sosial? Maka dari itu ada akad untuk pinjaman cuma-cuma/tolong menolong, namun tetap harus dikembalikan.
Kredit pinjaman dalam Islam itu tidak boleh ada tambahan, yang dipinjam 100 kembali 100. Ketika menghasilkan tambahan, maka akan itu riba/bunga yang diharamkan dalam Islam. Kalau ingin menambahkan uang, maka opsi kredit tidak digunakan tetapi pakai akad mudharabah, musyarakah, dll.
Jadi kredit dalam Islam itu sebagai sarana nirlaba/untuk menolong, bukan untuk menambah penghasilan. Di bank konvensional tidak ada sosial, yang ada pure bisnis. Bagaimana bank syariah menunjukkan bahwa dia berfungsi sosial? Maka dari itu ada akad untuk pinjaman cuma-cuma/tolong menolong, namun tetap harus dikembalikan.
Kalau ada yang mengatakan bahwa bank syariah dengan bank konvensional itu sama saja? Maka itu salah, memang sama-sama mencari untung, tetapi prosesnya sangat berbeda.
Misal, anda menyimpan uang di salah satu bank syariah, begitu anda memasukkan uang maka pada saat itu dimulai pengelolaan uang anda, nanti di akhir bulan dlihat berapa bagi hasil yang didapat. Kalau bank konvensional, begitu anda memasukkan jam itu, anda sudah dapat mengetahui berapa hasil yang akan didapatkan. Disini sudah terlihat perbedaan yang sangat mendasar. Tapi sekali lagi akadnya sangat berbeda.
Kemudian muncul pertanyaan, apakah bank syariah mengusahakan uang anda? Uang harus diusahakan kemana, invest di perumahan, perdagangan, barang-barang halal. Hasilnya akan dibagikan kepada anda.
4. Dari sisi organisasi, di bank syariah dikenal Dewan Pengawas Syariah, sedang di bank konvensional tidak ada. Ini sangat bagus, sekarang OJK (Otoritas Jasa Keuangan) tidak mau kalau tidak ada rekomendasi dari Dewan Pengawas Syariah.
Jadi dalam Islam itu uang tidak menghasilkan uang, kalau ada yang demikian itu haram. Boleh menghasilkan uang, tetapi bukan dari hal yang demikian, tetapi dari perputaran uang yang dihasilkan dengan cara diinvestasikan. Pada akhir bulan dilihat berapa keuntungannya.
Jika demikian lalu muncul pertanyaan, tidak adakah kepastian dalam bank Islam? Kepastiannya mutlak harus ada yaitu nisbah.
Nisbah adalah perbandingan/rasio berapa keuntungan bagi hasil yang diterima. Misalnya anda menyimpan uang 100.000.000 di bank syariah, nisbahnya 50:50, antara bank dengan nasabah. Yang harus ditentukan berapa banyak nisbah/bagi hasilnya pada awal. Dengan demikian keuntungan setiap bulan yang didapatkan berbeda-beda.
Jika keuntungan bulan ini 10 juta, maka jika nisbahnya 50:50 maka itu akan dibagi dua setelah dipotong biaya operasional, bulan kemudian mungkin keuntungan 20 juta, maka hasil yang didapatkan berbeda, tetapi tetap dalam nisbahnya yaitu 50:50 antara bank dengan nasabah.
Nisbah adalah perbandingan/rasio berapa keuntungan bagi hasil yang diterima. Misalnya anda menyimpan uang 100.000.000 di bank syariah, nisbahnya 50:50, antara bank dengan nasabah. Yang harus ditentukan berapa banyak nisbah/bagi hasilnya pada awal. Dengan demikian keuntungan setiap bulan yang didapatkan berbeda-beda.
Jika keuntungan bulan ini 10 juta, maka jika nisbahnya 50:50 maka itu akan dibagi dua setelah dipotong biaya operasional, bulan kemudian mungkin keuntungan 20 juta, maka hasil yang didapatkan berbeda, tetapi tetap dalam nisbahnya yaitu 50:50 antara bank dengan nasabah.
Kemudian nisbah disepakati dengan baik, jika dirasa berat maka pemilik modal bisa menentukan 40 dan bank 60, atau jika resikonya sedikit pemilik modal 90, yang jalankan 10 saja seperti penjual pulsa, 90 buat telkom, 10 buat pengusaha. Ini yang namanya nisbah. Dalam bahasa fiqihnya nisbah ini adalah perbandingan rumus bagi hasilnya, perbandingan bagi hasil yang akan diterima.
Ingat bukan hasilnya tetapi perbandingannya.
Yang tidak boleh pasti adalah hasilnya misalnya setiap bulan 1 juta maka itu haram. Jadi yang harus dipastikan nisbahnya.
Akad-akad di bank syariah bisa digunakan di luar bank syariah, sedangkan praktek akad di bank konvensional tidak dikenal dalam bank syariah.
Inilah perbedaan mendasar dari bank syariah dengan bank konvensional. Kalau ini dijalankan dan berhasil maka tidak ada orang yang akan menyimpan uangnya di bank konvensional. Jika misalnya anda memiliki uang 100.000.000 dalam sebulan tidak mungkin anda mendapat 100.000, tetapi anda bisa mendapat 30 persen dengan perhitungan biasa saja maka 30.000.000, setelah dipotong biaya operasional 5 juta menjadi 25.000.000, maka dibagi 2 maka antara nasabah dengan bank mendapat 12.500.000. Kalau sistem bunga hanya 100.000 maka tidak ada yang mau menyimpan uang di bank konvensional.
Tetapi ini belum efektif, karena bank syariah masih dipengaruhi oleh bank konvensional di Indonesia. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak mau melihat ada hal seperti ini, OJK harus/dipaksa berdasar mirip-mirip dengan bunga.
Taruhlah, dengan dasar pendirian bank yang makin susah itu, tidak bisa ditawar-tawar. Sedangkan OJK harus melihat bank syariah itu betul-betul menjalankan praktek syariah secara profesional. Jika tidak maka ditutuplah bank syariah itu.
Taruhlah, dengan dasar pendirian bank yang makin susah itu, tidak bisa ditawar-tawar. Sedangkan OJK harus melihat bank syariah itu betul-betul menjalankan praktek syariah secara profesional. Jika tidak maka ditutuplah bank syariah itu.
Tetapi lajur bank syariah harus betul-betul syariah. Kalau ini dilakukan dengan betul-betul profesional maka bank-bank konvensional akan mati karena untungnya luar biasa. Anggaplah keuntungan hanya 5 persen saja dari 100.000.000 yaitu 5.000.000, operasional 1 juta, maka sisanya dibagi dua menjadi 2.000.000 masing-masing. Dimana mendapat keuntungan seperti ini?
Banyak faktor yang mempengaruhi tidak dijalankan bank syariah yang profesional di Indonesia, karena regulasi perbankan kita sangat ketat yang hukumnya adalah hukum konvensional. Kalau ada yang bilang itu berlebihan, tanyakan lebihnya dimana?
Itu adalah prinsip syariah, bank harus menjaga keseimbangan, selain itu umat Islam sebagai pemodal masih ragu-ragu karena tidak ada yang bisa dipercaya di Indonesia. Pemodal ingin uangnya aman. Jangan sampai terjebak pada investasi abal-abal.
Itu adalah prinsip syariah, bank harus menjaga keseimbangan, selain itu umat Islam sebagai pemodal masih ragu-ragu karena tidak ada yang bisa dipercaya di Indonesia. Pemodal ingin uangnya aman. Jangan sampai terjebak pada investasi abal-abal.
Jadi teori/konsepnya ekonomi Islam itu sangat luar biasa.
Inilah karakteristik bagi hasil yang harus disosialisasikan dengan baik kepada seluruh masyarakat. Kembali diulangi lagi bahwa pinjaman itu dalam Islam bukan sebagai sarana untuk menambah harta tetapi hanya sarana untuk membantu. Makanya di bank syariah ada pinjaman tetapi pinjaman itu secara Cuma-cuma. Dipinjam 100 kembali 100.
Bagaimana bank syariah mendapat keuntungan? Dengan cara akad mudharabah, murabahah, musyarakah, dan lain-lain.
PERBEDAAN BUNGA DENGAN BAGI HASIL
- Pada bunga, penentuan bunga dibuat pada waktu akad, dengan asumsi harus selalu untung. Sedangkan dalam bagi hasil penentuan besar nisbah/rasio bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi.
- Pada bunga, besarnya persentase berdasar pada jumlah uang (modal) yang dipinjam. Sedangkan pada bagi hasil besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keunungan yang diperoleh.
- Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan rugi/untung. Sedangkan pada bagi hasil bergantung pada keuntungan proyek bila proyek merugi, maka kerugian akan ditanggung bersama.
USAHA BANK SYARIAH
Ada beberapa bentuk usaha yang dilakukan bank syariah diantaranya :
- Giro dengan prinsip wadiah (titipan)
- Tabungan dengan prinsip wadiah dan mudharabah
- Deposito berjangka dengan prinsip mudharabah.
Demikian, kiranya ada koreksi atau tambahan dari artikel di atas untuk penulis.